Hidup memang tak selamanya indah,
begitu pun dengan apa yang kualami beberapa tahun silam. Aku Rama,
seseorang yang saat ini telah menjadi mahasiswa di salah satu perguruan
tinggi swasta ternama di Bekasi. Perjalanan hidup ku yang tidak biasa
berawal ketika aku masih duduk di bangku sekolah menengah atas.. Awalnya
aku berpikir keluarga ku adalah keluarga yang harmonis dengan ayah yang
dapat dijadikan teladan dan ibu yang selalu setia menunggunya setiap
hari dari rutinitas bekerja. Ketika aku masuk SMA semester satu, ada
sesuatu yang membuat semuanya terasa sia-sia. Mama, panggilan ibu
untukku. Ia mendapat berita bahwa ayah berselingkuh dengan wanita lain
yang merupakan teman keluarga kami, dan itu benar terjadi.
"What I must do? Aku harus kemana? Siapa yang harus aku teladani sekarang?"
Kata-kata itu muncul seketika dalam hatiku saat mendengar kabar itu. Dan benar saja, dimalam terbongkarnya peristiwa itu, papa dipanggil dan disidang di depan warga. Mama pun ikut serta ke sana, karena ia yang melihatnya sendiri.
"What I must do? Aku harus kemana? Siapa yang harus aku teladani sekarang?"
Kata-kata itu muncul seketika dalam hatiku saat mendengar kabar itu. Dan benar saja, dimalam terbongkarnya peristiwa itu, papa dipanggil dan disidang di depan warga. Mama pun ikut serta ke sana, karena ia yang melihatnya sendiri.
Hancur
semua harapan hidupku. Papa yang aku anggap teladan bagi keluarga,
malah menjadi musuh dalam selimut. Pikiran ku kacau dan terbesit
kata-kata dalam hatiku
"keluarga ada untuk dikhianati, teman ada untuk dimanfaatkan",
dan kata-kata itu aku anggap sesuatu yang harus aku tanamkan. Suatu malam, setelah beberapa hari kejadian yang merusak hidupku terjadi, aku pergi ke suatu tempat di Jakarta, Monas. Entah apa yang terlintas dipikiranku sehingga aku memaksakan diri untuk datang ke sana untuk sekedar melepas penat. Sesampainya di sana, aku duduk di salah satu bangku pengunjung. Ketika aku datang memang sedang ramai orang-orang yang merupakan anggota dari beberapa komunitas mobil yang sedang berkumpul di sana. Tiba-tiba seseorang dari mereka menghampiri ku, dan dia mengajakku berbincang. Dia pun memperkenalkan diri seraya meminta izin duduk di kursi samping ku
"Numpang duduk ya sob." sapa dia,
"Oh, iya silahkan." jawab ku
"Sendiri? gue Daniel. Lo siapa?"
"Iya sendiri aja bang. Gue Rama".
Tak berlangsung lama, kami sudah mulai akrab. Dan yang membuatku kaget ketika ia bicara mengenai keluarga dan seperti peramal yang mengetahui apa yang sedang aku alami, dia berkata
"Gue tahu pasti keluarga lo lagi ngga bisa ngedampingin, entah lagi banyak masalah atau mungkin mereka sibuk, gue ngerti kok kenapa lo murung gue perhatiin dari tadi. Lagi pula kalo seukuran lo buat pusing karna masalah cewe kayaknya 30% deh. Cerita aja kali, siapa tau gue bisa bantu".
"Sok tahu ni bang. Tapi emang bener yah ngga bisa ditutupin kalo gue emang lagi bingung mesti kemana setelah kejadian yang bikin keluarga, dan hidup gue ancur".
Aku heran mengapa bisa bercerita begitu leluasa dengan orang yang baru aku kenal saat itu. Di akhir pembicaraan dia bilang
"Udah ngga usah dipusingin, ngga akan ada gunanya, mending ikut gue. Besok minggu sore lo dateng ke sini lagi. Sekarang mending lo pulang dulu, tenangin pikiran lo. Sekolah jangan bolos sob".
Tak tahu datangnya darimana dan apa tujuannya, mengapa ada orang yang mengetahui dan mengerti kondisiku yang sedang down saat itu, dan aku mulai menganggap ia adalah kakak ku. Karena aku dikeluarga adalah anak tertua dari tiga bersaudara.
"keluarga ada untuk dikhianati, teman ada untuk dimanfaatkan",
dan kata-kata itu aku anggap sesuatu yang harus aku tanamkan. Suatu malam, setelah beberapa hari kejadian yang merusak hidupku terjadi, aku pergi ke suatu tempat di Jakarta, Monas. Entah apa yang terlintas dipikiranku sehingga aku memaksakan diri untuk datang ke sana untuk sekedar melepas penat. Sesampainya di sana, aku duduk di salah satu bangku pengunjung. Ketika aku datang memang sedang ramai orang-orang yang merupakan anggota dari beberapa komunitas mobil yang sedang berkumpul di sana. Tiba-tiba seseorang dari mereka menghampiri ku, dan dia mengajakku berbincang. Dia pun memperkenalkan diri seraya meminta izin duduk di kursi samping ku
"Numpang duduk ya sob." sapa dia,
"Oh, iya silahkan." jawab ku
"Sendiri? gue Daniel. Lo siapa?"
"Iya sendiri aja bang. Gue Rama".
Tak berlangsung lama, kami sudah mulai akrab. Dan yang membuatku kaget ketika ia bicara mengenai keluarga dan seperti peramal yang mengetahui apa yang sedang aku alami, dia berkata
"Gue tahu pasti keluarga lo lagi ngga bisa ngedampingin, entah lagi banyak masalah atau mungkin mereka sibuk, gue ngerti kok kenapa lo murung gue perhatiin dari tadi. Lagi pula kalo seukuran lo buat pusing karna masalah cewe kayaknya 30% deh. Cerita aja kali, siapa tau gue bisa bantu".
"Sok tahu ni bang. Tapi emang bener yah ngga bisa ditutupin kalo gue emang lagi bingung mesti kemana setelah kejadian yang bikin keluarga, dan hidup gue ancur".
Aku heran mengapa bisa bercerita begitu leluasa dengan orang yang baru aku kenal saat itu. Di akhir pembicaraan dia bilang
"Udah ngga usah dipusingin, ngga akan ada gunanya, mending ikut gue. Besok minggu sore lo dateng ke sini lagi. Sekarang mending lo pulang dulu, tenangin pikiran lo. Sekolah jangan bolos sob".
Tak tahu datangnya darimana dan apa tujuannya, mengapa ada orang yang mengetahui dan mengerti kondisiku yang sedang down saat itu, dan aku mulai menganggap ia adalah kakak ku. Karena aku dikeluarga adalah anak tertua dari tiga bersaudara.
Hari
minggu pun tiba, dan aku pun pergi ke tempat di mana Daniel menyuruhku
untuk datang kembali. Ku kendarain motor Suzuki RG-R ku yang diberikan
oleh Papa menuju ke Monas, tempat Daniel menungguku. Sesampainya di
sana, aku langsung mencari Daniel di tempat aku bertemu dengannya.
"Wheeeyyyy, kirain ngga dateng. Langsung aja yok cabut, kasih tu kunci motor ke temen gue yang di sana, biar ntar motor lo dia yang urus" kata Daniel yang datang dari tiba-tiba dari arah belakang ku sambil menunjuk seseorang yang sedang duduk melihat ke arah kami.
"Hah?? Baru dateng, ayo ke mana bang? Nanti ilang gimana bang?" jawab ku dengan bingung.
"Udah ngga usah khawatir, gue beliin motor yang baru dan yang bagus kalo emang ilang. Udah cepet naek" sahutnya dengan santai seraya membuka pintu mobilnya.
Saat itu aku tak tahu harus percaya dengannya atau tidak, harus berbuat apa dan bagaimana. "Ini orang baru gue kenal, tapi kok baik banget kayaknya. Masa bodo ah, positive aja, yang penting gue lupa sama masalah gue" kata ku dalam hati. Aku pun masuk ke dalam mobilnya, dan tak lama kami pun pergi ke suatu tempat daerah Jakarta Selatan. Di jalan kami sudah seperti teman yang sudah saling lama kenal. Kira-kira satu jam kemudian, kami sampai di suatu tempat, saat itu jam 10.13 malam dan aku mengingat waktu itu dengan baik. Dan ini adalah kali pertama aku datang ke tempat semacam ini club, tempat yang banyak orang bilang adalah tempat dugem atau tempat gaul dan nongkrongnya anak Jakarta hi-class. Kami pun turun dari mobil dan ia langsung memanggilku.
"Masuk yok ram, kita have fun bentar di sini. Tapi lo mending kabarin orang rumah lo dulu kalo lo ntar nginep di rumah temen lo, takutnya mereka ada yang khawatir" Kata Daniel padaku.
"Ngapain nih bang? Kok segala ngabarin orang rumah? Emang kita mau ke mana lagi bang? Nginep di rumah syapa bang? Temen gue yang mana?" jawabku dengan bingung.
"Banyak nanya nih, udah kabarin aja. Soalnya kemungkinan kita nanti keluar dari sini diatas jam 12, dan ngga mungkin kan lo pulang, jauh, Jadi, nanti nginep di rumah gue. Lo kan temen gue sekarang, manggil gue abang berarti lo ade gue kan" jawabnya sambil tersenyum dan menepak bahuku.
Aku pun mengikuti apa katanya, dan benar saja. Saat masuk langsung terdengar suara musik yang memekakan telinga, wajar saja aku baru pertama kali datang ke tempat semacam itu. Di sana aku dikenalkan dengan banyak temannya. Dia benar-benar seperti kakak ku. Selalu ada menjagaku dan membela bila ada yang mengejekku. Terasa athmosphere yang sangat menggetarkan badan di sana. Suara musik yang menderu dan seruan DJ (sebutan untuk pemain musik dengan disc table) yang membuat malam semakin bersemangat, aku pun larut dalam dentuman musik yang keras. Entah karena sedikit minuman yang tadi diberikan oleh Daniel atau memang karena aku sangat menikmati suasana yang ada, aku bergoyang dengan sangat percaya diri dan begitu lepasnya. Kira- kira jam 02.57 pagi, Daniel datang menghampiri aku yang sedang duduk di salah satu sofa.
"Cabut yok ram! Capek nih gue, besok masih banyak kerjaan nih gue." ucap Daniel sambil berteriak, karena memang suara musik yang mengalun sangat kencang
"Oh, iya bang. Hhehe, asik juga ya bang di sini. Iya bang, ayo pulang." jawabku.
Kami pun keluar dari salah satu klub ternama di Jakarta tersebut, dan langsung menuju ke mobil. Dan kami langsung pergi menuju ke rumah Daniel. Di perjalanan menuju rumahnya, kami juga berbincang.
"Sorry ya ram, gue tau lo enjoy banget. Tapi gue ada kerjaan nih, gue juga mau ngobrol sesuatu hal sama lo nanti"
"Ahh ngga apa-apa kali bang, maklum aja gue baru pertama kali dateng ke tempat gituan. Asik juga buat ngelepas penat. Oh..apa tu bang? kayaknya penting,"
"Nanti aja ram di rumah, sekalian lo bersih-bersih badan."
Tak lama kemudian kami berhenti di depan pagar salah satu rumah di bilangan Pondok Indah, Jakarta Selatan.
"Ini rumahnya? Anjrit gede gila.." ucapku dalam hati.
"Bang, ini? Rumah lo? Gede banget bang" kata ku dengan raut wajah terheran-heran.
"Iyalah rumah gue, masa kontrakan. O iya gue ngga mau lo di dalem malu-malu. Gue cuma tinggal bertiga termasuk dua pembantu gue, jadi lo anggep ini rumah sendiri" timpalnya.
"Hah iyyyaa bang iya...rumah segede gini ngepelnya berapa lama bang...ckckck" ucapku dengan nada heran sekaligus bercanda.
"Ngepel? Aneh-aneh aja pertanyaan lo..Hahahaha.." jawabnya sambil tertawa geli.
"Malam den.." kata salah satu pembantunya yang membuka pintu rumah.
"Iya mbok. Eh, ini adik angkat ku, Rama. Tolong siapin kamar yang bersebelahan sama kamarku ya mbok, sama kita juga mau makan, tolong siapin juga deh mbok. Sekalian kalo mbok juga belom makan, gabung aja ntar bareng" sahut Daniel dengan sopan.
"Ohh, iya den. Nanti mbok siapin, sekalian makanannya buat aden berdua. Nanti mbok siapin di tempat aden makan. Kalo saya sudah makan den, jadi ngga usah den." jawab si mbok.
Terlihat kekeluargaan yang kental antara mereka. Dan aku pun di arahkan menuju kamar di lantai dua oleh si mbok.
"Silahkan den rama. Nanti kalau ada perlu panggil si mbok aja, kalo aden malas keluar kamar tinggal telepon lewat telepon saja, teleponnya ada di meja dekat tempat tidur di sana, dan kalau mau mandi perlengkapannya ada di lemari itu den" ucap si mbok sambil menunjuk ke arah telepon dan lemari pakaian.
"Ohh iya mbok, terima kasih. Ini kan masih pagi buta mbok, nanti malah ngerepotin." jawabku.
"Jam segini saya sudah bangun kok den, soalnya memang den Daniel kalo pulang atau berangkat kerja jam segini. Lagipula saya juga harus solat subuh den" sahut si mbok kembali.
"Ohhhh...hhiya mbok, terima kasih mbok." ucapku. Dan seketika aku ingat akan Allah saat si mbok berkata akan solat.
"Sudah ya den saya mau ke dapur dulu, mau bikin makan. Aden silahkan istirahat atau bersih-bersih dulu, nanti makanannya saya siapkan di meja ruang tamu di atas, soalnya den Daniel ngga pernah mau makan di ruang makan lantai bawah" kata si mbok sambil pamit.
"Silahkan mbok" jawabku.
Aku pun masuk ke kamar dan mulai membersihkan diri. Sekitar setengah jam kemudian, jam 04.07 pagi aku selesai dan keluar kamar.
"Ram, sini makan!" panggil Daniel dari arah ruang televisi lantai dua.
"Ehh iya bang.." sahutku
Aku pun mendatanginya dan duduk untuk mengambil makan. Sambil menonton TV, kami makan dengan lahap karena memang aku merasa sangat lapar dan kami belum makan sejak tadi. Kami pun selesai makan, dan ada seseorang bapak-bapak yang datang menyambangi Daniel.
"Den Daniel, mobil yang kemarin service sudah datang. Tadi sore montirnya datang ke sini, ini kuncinya den" ucap lelaki yang umurnya kira-kira 40tahun.
"Terima kasih pak. Tolong pak sekalian kalau turun ketemu si mbok, nanti siang masaknya menu laut ya pak. Ini belanjanya uangnya dan ini uang buat bapak, lebihannya ambil aja gitu" jawabnya.
"Terima kasih den, nanti saya sampaikan. Mari den.." ucap pak Rahmat, nama salah satu pembantu laki-laki yang belakangan ku ketahui juga adalah suami si mbok.
Dan sambil menonton TV, kami pun kembali berbincang.
"Sorry ya Ram rumah gue berantakan, ya begini keadaannya semenjak gue milih buat tinggal sendiri, jauh dari bokap nyokap"
"Ahh ngga kok bang, berantakannya segini bersihnya seberapa bang. Hehehe.. Emang orang tua abang ke mana?"
"Mereka udah lama pisah, yahh gue ngga mau tau kenapa ram, kira-kira 3 tahun lalu. Setelah peristiwa itu gue mutusin buat pergi dan hidup sendiri"
"Ohh..maaf bang, gue ngga tau"
"Santai aja kali Ram, gue udah lupa kok, udah lewat juga. Gini Ram, ada hal mau gue sampein sama lo, dan gue harap lo ngga kaget dan gue yakin lo bisa dipercaya"
"Ohh iya bang, pasti bisa bang. Hal apa emang bang?"
"Dari awal gue ngeliat lo duduk murung di Monas, gue tau lo orang baik yang lagi banyak masalah. Dan ngga tau kenapa gue ngerasa ada sesuatu yang dorong gue buat dateng dan ngobrol sama lo. Sesuatu itu kuat banget Ram, sampe gue yakin bisa percaya sama lo. Ikut gue sini Ram"
Daniel pun membawaku ke kamarnya dan membuka salah satu lemari pakaiannya yang ia kunci dengan rapat. Besar lemarinya kira-kira sebesar lemari es satu pintu. Dan...
"Apaan tu bang? Ini..." kataku dengan agak kaget sekaligus heran karena yang aku tahu barang seperti ini adalah semacam narkoba dengan beberapa alat pakainya.
"Ini bisnis gue Ram, sengaja gue tunjukin ke lo karena gue yakin lo bisa dipercaya. Masa lo udah segede gini ngga tau apaan. Gue cuma ngejual aja Ram, bukan yang pake" ucapnya sambil melihat ke arah dalam lemari.
"Gue ngga tau bang mesti bilang apa, trus maksud abang ngebawa gue sejauh ini apa bang? Kenapa abang nunjukin hal ini ke gue bang?"
"Jangan panik dulu Ram, gue ngga ada niat jahat sama sekali sama lo. Gue ngga tau kenapa bisa ngebawa lo sampe sejauh ini padahal kita juga baru kenal. Setelah gue pikir-pikir soal kenapa lo harus tau hal ini, karena gue perlu partner yang bisa dipercaya buat ngejalanin bisnis gue. Ngga muluk-muluk sih Ram, gue cuma mau bisa nerusin hidup dan tetep seneng even gue tau cara ini dosa. Gue mau lo bisa jadi partner gue"
Entah aku harus bilang apa, aku benar-benar kaget mendengarnya. Semua berjalan apa adanya dan mengarahkan aku pada pilihan hidup yang sekarang harus aku putuskan langsung.
"Pikir amat sama orang rumah ah, toh mereka ngga mikirin gue, apalagi bokap" gumamku dalam hati.
"Yakin bang sama gue? Gue baru pertama kali ngeliat barang kayak begini dengan jumlah yang segini banyaknya. Dan lo langsung minta gue buat jadi rekan bisnis lo, sedangkan gue aja kan cuma anak SMA kelas 1 yang ngga punya apa-apa selain motor balap butut"
"Hahahaha...kenapa jadi bahas motor lo. Gue yakin sama lo Ram, gue ngga minta lo buat invest modal dan semacamnya. Gue cuma minta lo buat jadi kurir buat bisnis gue. Tapi jangan khawatir, lo bakal aman 100%. Gue cuma kekurangan orang aja, soalnya gue sendiri ngga bisa ngerangkap mesti ngejalanin banyak kerjaan sekaligus, repot Ram. Jangan keburu-buru ambil keputusan, lo boleh nolak dan kita tetep temenan, dan lo ngga akan gue apa-apain karena yang ngajak lo sejauh ini kan gue. Sekarang lo istirahat aja deh di kamar lo"
ucap Daniel sambil menutup dan mengunci lemari yang penuh dengan tumpukan barang yang memiliki predikat haram itu, narkoba.
Ia pun mengantar ku keluar kamarnya dan menyuruhku kembali ke kamarku untuk beristirahat. Tak langsung tidur, aku pun memikirkan hal yang baru saja aku perbincangkan dengan Daniel di kamarnya. Dan aku mulai mempertimbangkan untuk mengambil tawarannya. Tak lama aku pun tertidur.
Bersambung...
Ryan Anugrah / 1520 9775 / 3EA14
NB : Maaf ibu ceritanya bersambung, masih panjang soalnya bu lanjutan ceritanya. Tulisan ini di buat berdasarkan novel yang sudah lama saya sedang tulis, tetapi belum selesai sampai saat ini bu. Terima kasih
"Wheeeyyyy, kirain ngga dateng. Langsung aja yok cabut, kasih tu kunci motor ke temen gue yang di sana, biar ntar motor lo dia yang urus" kata Daniel yang datang dari tiba-tiba dari arah belakang ku sambil menunjuk seseorang yang sedang duduk melihat ke arah kami.
"Hah?? Baru dateng, ayo ke mana bang? Nanti ilang gimana bang?" jawab ku dengan bingung.
"Udah ngga usah khawatir, gue beliin motor yang baru dan yang bagus kalo emang ilang. Udah cepet naek" sahutnya dengan santai seraya membuka pintu mobilnya.
Saat itu aku tak tahu harus percaya dengannya atau tidak, harus berbuat apa dan bagaimana. "Ini orang baru gue kenal, tapi kok baik banget kayaknya. Masa bodo ah, positive aja, yang penting gue lupa sama masalah gue" kata ku dalam hati. Aku pun masuk ke dalam mobilnya, dan tak lama kami pun pergi ke suatu tempat daerah Jakarta Selatan. Di jalan kami sudah seperti teman yang sudah saling lama kenal. Kira-kira satu jam kemudian, kami sampai di suatu tempat, saat itu jam 10.13 malam dan aku mengingat waktu itu dengan baik. Dan ini adalah kali pertama aku datang ke tempat semacam ini club, tempat yang banyak orang bilang adalah tempat dugem atau tempat gaul dan nongkrongnya anak Jakarta hi-class. Kami pun turun dari mobil dan ia langsung memanggilku.
"Masuk yok ram, kita have fun bentar di sini. Tapi lo mending kabarin orang rumah lo dulu kalo lo ntar nginep di rumah temen lo, takutnya mereka ada yang khawatir" Kata Daniel padaku.
"Ngapain nih bang? Kok segala ngabarin orang rumah? Emang kita mau ke mana lagi bang? Nginep di rumah syapa bang? Temen gue yang mana?" jawabku dengan bingung.
"Banyak nanya nih, udah kabarin aja. Soalnya kemungkinan kita nanti keluar dari sini diatas jam 12, dan ngga mungkin kan lo pulang, jauh, Jadi, nanti nginep di rumah gue. Lo kan temen gue sekarang, manggil gue abang berarti lo ade gue kan" jawabnya sambil tersenyum dan menepak bahuku.
Aku pun mengikuti apa katanya, dan benar saja. Saat masuk langsung terdengar suara musik yang memekakan telinga, wajar saja aku baru pertama kali datang ke tempat semacam itu. Di sana aku dikenalkan dengan banyak temannya. Dia benar-benar seperti kakak ku. Selalu ada menjagaku dan membela bila ada yang mengejekku. Terasa athmosphere yang sangat menggetarkan badan di sana. Suara musik yang menderu dan seruan DJ (sebutan untuk pemain musik dengan disc table) yang membuat malam semakin bersemangat, aku pun larut dalam dentuman musik yang keras. Entah karena sedikit minuman yang tadi diberikan oleh Daniel atau memang karena aku sangat menikmati suasana yang ada, aku bergoyang dengan sangat percaya diri dan begitu lepasnya. Kira- kira jam 02.57 pagi, Daniel datang menghampiri aku yang sedang duduk di salah satu sofa.
"Cabut yok ram! Capek nih gue, besok masih banyak kerjaan nih gue." ucap Daniel sambil berteriak, karena memang suara musik yang mengalun sangat kencang
"Oh, iya bang. Hhehe, asik juga ya bang di sini. Iya bang, ayo pulang." jawabku.
Kami pun keluar dari salah satu klub ternama di Jakarta tersebut, dan langsung menuju ke mobil. Dan kami langsung pergi menuju ke rumah Daniel. Di perjalanan menuju rumahnya, kami juga berbincang.
"Sorry ya ram, gue tau lo enjoy banget. Tapi gue ada kerjaan nih, gue juga mau ngobrol sesuatu hal sama lo nanti"
"Ahh ngga apa-apa kali bang, maklum aja gue baru pertama kali dateng ke tempat gituan. Asik juga buat ngelepas penat. Oh..apa tu bang? kayaknya penting,"
"Nanti aja ram di rumah, sekalian lo bersih-bersih badan."
Tak lama kemudian kami berhenti di depan pagar salah satu rumah di bilangan Pondok Indah, Jakarta Selatan.
"Ini rumahnya? Anjrit gede gila.." ucapku dalam hati.
"Bang, ini? Rumah lo? Gede banget bang" kata ku dengan raut wajah terheran-heran.
"Iyalah rumah gue, masa kontrakan. O iya gue ngga mau lo di dalem malu-malu. Gue cuma tinggal bertiga termasuk dua pembantu gue, jadi lo anggep ini rumah sendiri" timpalnya.
"Hah iyyyaa bang iya...rumah segede gini ngepelnya berapa lama bang...ckckck" ucapku dengan nada heran sekaligus bercanda.
"Ngepel? Aneh-aneh aja pertanyaan lo..Hahahaha.." jawabnya sambil tertawa geli.
"Malam den.." kata salah satu pembantunya yang membuka pintu rumah.
"Iya mbok. Eh, ini adik angkat ku, Rama. Tolong siapin kamar yang bersebelahan sama kamarku ya mbok, sama kita juga mau makan, tolong siapin juga deh mbok. Sekalian kalo mbok juga belom makan, gabung aja ntar bareng" sahut Daniel dengan sopan.
"Ohh, iya den. Nanti mbok siapin, sekalian makanannya buat aden berdua. Nanti mbok siapin di tempat aden makan. Kalo saya sudah makan den, jadi ngga usah den." jawab si mbok.
Terlihat kekeluargaan yang kental antara mereka. Dan aku pun di arahkan menuju kamar di lantai dua oleh si mbok.
"Silahkan den rama. Nanti kalau ada perlu panggil si mbok aja, kalo aden malas keluar kamar tinggal telepon lewat telepon saja, teleponnya ada di meja dekat tempat tidur di sana, dan kalau mau mandi perlengkapannya ada di lemari itu den" ucap si mbok sambil menunjuk ke arah telepon dan lemari pakaian.
"Ohh iya mbok, terima kasih. Ini kan masih pagi buta mbok, nanti malah ngerepotin." jawabku.
"Jam segini saya sudah bangun kok den, soalnya memang den Daniel kalo pulang atau berangkat kerja jam segini. Lagipula saya juga harus solat subuh den" sahut si mbok kembali.
"Ohhhh...hhiya mbok, terima kasih mbok." ucapku. Dan seketika aku ingat akan Allah saat si mbok berkata akan solat.
"Sudah ya den saya mau ke dapur dulu, mau bikin makan. Aden silahkan istirahat atau bersih-bersih dulu, nanti makanannya saya siapkan di meja ruang tamu di atas, soalnya den Daniel ngga pernah mau makan di ruang makan lantai bawah" kata si mbok sambil pamit.
"Silahkan mbok" jawabku.
Aku pun masuk ke kamar dan mulai membersihkan diri. Sekitar setengah jam kemudian, jam 04.07 pagi aku selesai dan keluar kamar.
"Ram, sini makan!" panggil Daniel dari arah ruang televisi lantai dua.
"Ehh iya bang.." sahutku
Aku pun mendatanginya dan duduk untuk mengambil makan. Sambil menonton TV, kami makan dengan lahap karena memang aku merasa sangat lapar dan kami belum makan sejak tadi. Kami pun selesai makan, dan ada seseorang bapak-bapak yang datang menyambangi Daniel.
"Den Daniel, mobil yang kemarin service sudah datang. Tadi sore montirnya datang ke sini, ini kuncinya den" ucap lelaki yang umurnya kira-kira 40tahun.
"Terima kasih pak. Tolong pak sekalian kalau turun ketemu si mbok, nanti siang masaknya menu laut ya pak. Ini belanjanya uangnya dan ini uang buat bapak, lebihannya ambil aja gitu" jawabnya.
"Terima kasih den, nanti saya sampaikan. Mari den.." ucap pak Rahmat, nama salah satu pembantu laki-laki yang belakangan ku ketahui juga adalah suami si mbok.
Dan sambil menonton TV, kami pun kembali berbincang.
"Sorry ya Ram rumah gue berantakan, ya begini keadaannya semenjak gue milih buat tinggal sendiri, jauh dari bokap nyokap"
"Ahh ngga kok bang, berantakannya segini bersihnya seberapa bang. Hehehe.. Emang orang tua abang ke mana?"
"Mereka udah lama pisah, yahh gue ngga mau tau kenapa ram, kira-kira 3 tahun lalu. Setelah peristiwa itu gue mutusin buat pergi dan hidup sendiri"
"Ohh..maaf bang, gue ngga tau"
"Santai aja kali Ram, gue udah lupa kok, udah lewat juga. Gini Ram, ada hal mau gue sampein sama lo, dan gue harap lo ngga kaget dan gue yakin lo bisa dipercaya"
"Ohh iya bang, pasti bisa bang. Hal apa emang bang?"
"Dari awal gue ngeliat lo duduk murung di Monas, gue tau lo orang baik yang lagi banyak masalah. Dan ngga tau kenapa gue ngerasa ada sesuatu yang dorong gue buat dateng dan ngobrol sama lo. Sesuatu itu kuat banget Ram, sampe gue yakin bisa percaya sama lo. Ikut gue sini Ram"
Daniel pun membawaku ke kamarnya dan membuka salah satu lemari pakaiannya yang ia kunci dengan rapat. Besar lemarinya kira-kira sebesar lemari es satu pintu. Dan...
"Apaan tu bang? Ini..." kataku dengan agak kaget sekaligus heran karena yang aku tahu barang seperti ini adalah semacam narkoba dengan beberapa alat pakainya.
"Ini bisnis gue Ram, sengaja gue tunjukin ke lo karena gue yakin lo bisa dipercaya. Masa lo udah segede gini ngga tau apaan. Gue cuma ngejual aja Ram, bukan yang pake" ucapnya sambil melihat ke arah dalam lemari.
"Gue ngga tau bang mesti bilang apa, trus maksud abang ngebawa gue sejauh ini apa bang? Kenapa abang nunjukin hal ini ke gue bang?"
"Jangan panik dulu Ram, gue ngga ada niat jahat sama sekali sama lo. Gue ngga tau kenapa bisa ngebawa lo sampe sejauh ini padahal kita juga baru kenal. Setelah gue pikir-pikir soal kenapa lo harus tau hal ini, karena gue perlu partner yang bisa dipercaya buat ngejalanin bisnis gue. Ngga muluk-muluk sih Ram, gue cuma mau bisa nerusin hidup dan tetep seneng even gue tau cara ini dosa. Gue mau lo bisa jadi partner gue"
Entah aku harus bilang apa, aku benar-benar kaget mendengarnya. Semua berjalan apa adanya dan mengarahkan aku pada pilihan hidup yang sekarang harus aku putuskan langsung.
"Pikir amat sama orang rumah ah, toh mereka ngga mikirin gue, apalagi bokap" gumamku dalam hati.
"Yakin bang sama gue? Gue baru pertama kali ngeliat barang kayak begini dengan jumlah yang segini banyaknya. Dan lo langsung minta gue buat jadi rekan bisnis lo, sedangkan gue aja kan cuma anak SMA kelas 1 yang ngga punya apa-apa selain motor balap butut"
"Hahahaha...kenapa jadi bahas motor lo. Gue yakin sama lo Ram, gue ngga minta lo buat invest modal dan semacamnya. Gue cuma minta lo buat jadi kurir buat bisnis gue. Tapi jangan khawatir, lo bakal aman 100%. Gue cuma kekurangan orang aja, soalnya gue sendiri ngga bisa ngerangkap mesti ngejalanin banyak kerjaan sekaligus, repot Ram. Jangan keburu-buru ambil keputusan, lo boleh nolak dan kita tetep temenan, dan lo ngga akan gue apa-apain karena yang ngajak lo sejauh ini kan gue. Sekarang lo istirahat aja deh di kamar lo"
ucap Daniel sambil menutup dan mengunci lemari yang penuh dengan tumpukan barang yang memiliki predikat haram itu, narkoba.
Ia pun mengantar ku keluar kamarnya dan menyuruhku kembali ke kamarku untuk beristirahat. Tak langsung tidur, aku pun memikirkan hal yang baru saja aku perbincangkan dengan Daniel di kamarnya. Dan aku mulai mempertimbangkan untuk mengambil tawarannya. Tak lama aku pun tertidur.
Bersambung...
Ryan Anugrah / 1520 9775 / 3EA14
NB : Maaf ibu ceritanya bersambung, masih panjang soalnya bu lanjutan ceritanya. Tulisan ini di buat berdasarkan novel yang sudah lama saya sedang tulis, tetapi belum selesai sampai saat ini bu. Terima kasih